Paparan Menkeu Sri Mulyani ke Prabowo, APBN RI Defisit Rp 104, 2 Triliun Per Maret 2025

Potret uang rupiah - Dari total rekening yang dilaporkan, sebanyak 14.099 rekening (28,72%) telah berhasil diblokir./ Unsplash
AVNMEDIA.ID - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir kuartal pertama tahun 2025 mencapai Rp 104,2 triliun.
Angka ini setara dengan 0,43 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal tersebut dalam paparannya di acara Sarasehan Ekonomi Nasional yang turut dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto, bertempat di Menara Mandiri, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 April 2025.
Sri Mulyani menegaskan bahwa meskipun terjadi defisit, angka tersebut masih dalam batas wajar dan jauh di bawah batas maksimum defisit yang diizinkan oleh Undang-Undang No. 62 Tahun 2024, yaitu sebesar 2,53 persen dari PDB atau sekitar Rp 616 triliun.
“Dengan realisasi defisit yang hanya 0,43 persen dari PDB, kita masih memiliki ruang yang sangat cukup untuk mengelola pembiayaan negara. Ini bentuk kehati-hatian dan kontrol fiskal yang terus kami jaga,” ujar Sri Mulyani.
Hingga Maret 2025, total pendapatan negara tercatat mencapai Rp 516,6 triliun. Pendapatan ini sebagian besar berasal dari sektor perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun, sedangkan sisanya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 115,9 triliun.
Di sisi lain, belanja negara dalam periode yang sama mencapai Rp 620,3 triliun. Belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 413,2 triliun dan transfer ke daerah senilai Rp 207,1 triliun.
Sri Mulyani menekankan bahwa belanja negara terus diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, serta program sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu kebijakan penting yang disoroti dalam pertemuan tersebut adalah langkah antisipatif pemerintah dalam menghadapi dinamika global, termasuk potensi gejolak ekonomi akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kembali menjabat.
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 282 triliun sebagai bagian dari strategi front loading atau penerbitan utang di awal tahun.
“Ini bukan karena kita kekurangan dana. Front loading adalah strategi yang kami rancang untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global yang bisa memengaruhi pasar keuangan. Dengan cara ini, kita bisa mengamankan pembiayaan lebih awal dan tidak terganggu jika ada tekanan ekonomi dari luar negeri,” jelas Sri Mulyani.
Ia juga menambahkan bahwa lonjakan penerbitan SBN pada awal tahun dilakukan secara terukur dan tetap mempertimbangkan beban utang jangka panjang. (jas)