Singapura Paling Selamat dari Kebijakan Tarif Impor Trump, Pasar Saham Langsung Anjlok Hari Ini

Kolase Donald Trump dan Singapura/ avnmedia.id
AVNMEDIA.ID - Singapura menjadi negara di ASEAN yang mendapatkan kebijakan tarif impor terkecil dari Amerika Serikat yang saat ini dijabat Presiden Donald Trump.
Tercatat, berdasarkan pengumuman dari Presiden Trump, tarif impor terbaru Singapura hanyalah 10 persen.
Angka itu, jika dibandingkan dengan negara lain, Vietnam misalnya, adalah 4 kali lebih murah.
Berikut ini daftar tarif impor terbaru Amerika Serikat ke negara-negara ASEAN:
Vietnam: 46 persen
Thailand: 36 persen
Malaysia: 24 persen
Kamboja: 49 persen
Singapura: 10 persen
Filipina: 17 persen
Laos: 48 persen
Myanmar: 44 persen
Brunei Darussalam: 24 persen
Pasar saham di Asia anjlok akibat dampak dari kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump yang masih mengguncang ekonomi global.
Indeks saham utama dari Shanghai, Tokyo, Sydney hingga Hong Kong langsung merosot tajam saat dibuka pada hari Senin. "Ini seperti pembantaian," kata seorang analis dikutip dari BBC.
Sebagai kawasan yang menjadi pusat produksi barang-barang global, negara-negara dan wilayah di Asia terdampak langsung oleh kebijakan tarif tersebut.
Mereka juga sangat sensitif terhadap kekhawatiran bahwa perang dagang global dapat memicu perlambatan ekonomi, atau bahkan resesi, di ekonomi terbesar dunia.
Hingga siang hari waktu setempat hari ini, indeks Nikkei 225 di Jepang turun 6%, indeks ASX 200 di Australia merosot 4%, dan indeks Kospi di Korea Selatan melemah 4,7%.
Penurunan tajam juga terjadi di China daratan, Hong Kong, dan Taiwan, karena para investor di sana baru bisa bereaksi terhadap penurunan besar yang terjadi di pasar global hari Jumat, saat bursa mereka libur.
Indeks Shanghai Composite turun lebih dari 6%, sedangkan indeks Hang Seng dan Taiwan Weighted jatuh sekitar 10%.
"Tarif ini memicu kekhawatiran soal inflasi dan resesi," kata Julia Lee, Kepala dari FTSE Russell, anak perusahaan dari Bursa Saham London.
Goldman Sachs menaikkan prediksi kemungkinan terjadinya resesi di AS dalam 12 bulan ke depan menjadi 45% (dari sebelumnya 35%), sembari menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS.
Beberapa perusahaan keuangan besar lainnya di Wall Street juga merevisi proyeksi mereka. JPMorgan bahkan memperkirakan kemungkinan resesi di AS dan global mencapai 60%.
Perlambatan ekonomi AS akan berdampak besar terhadap ekspor Asia, karena AS merupakan pasar utama bagi banyak produk dari kawasan ini.
"Asia paling merasakan dampak dari kenaikan tarif AS. Meskipun mungkin masih ada ruang untuk negosiasi, tarif tinggi ini kemungkinan akan bertahan," ujar Qian Wang, Kepala Ekonom Asia Pasifik dari perusahaan investasi Vanguard.
"Ini berdampak negatif bagi ekonomi global dan Asia, khususnya bagi negara-negara kecil yang bergantung pada perdagangan terbuka, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang."
Pada hari Jumat lalu, gejolak pasar saham global makin dalam setelah China membalas kebijakan tarif Trump.
Tiga indeks utama di Wall Street anjlok lebih dari 5%, dengan S&P 500 turun hampir 6%, menjadikannya pekan terburuk bagi pasar saham AS sejak 2020.
Di Inggris, indeks FTSE 100 anjlok hampir 5% — penurunan tertajam dalam lima tahun terakhir. Bursa di Jerman dan Prancis juga mengalami penurunan serupa.
Julia Lee menambahkan bahwa tekanan di pasar saham global kemungkinan masih akan berlanjut: "Perdagangan berjangka di AS yang masih menurun mengindikasikan sesi yang berat lagi di Wall Street malam ini."
Pasar saham global telah kehilangan nilai triliunan dolar sejak Trump mengumumkan tarif impor baru sebesar 10% untuk barang dari semua negara, termasuk mitra dagang utama seperti China, Uni Eropa, dan Vietnam. (jas)