When Life Gives You Tangerines Rampung, Sentil Sejarah Kelam Korea Lewat Dua Kasus Nyata

Kolase foto poster dan still cut drama Korea When Life Gives You Tangerines / Foto: Netflix
AVNMEDIA.ID - Drama Korea When Life Gives You Tangerines telah resmi tamat setelah menayangkan episode terakhirnya pada 28 Maret 2025.
Sejak penayangan perdananya, drama Korea When Life Gives You Tangerines ini langsung mendapat ulasan positif dari para penonton karena alur cerita yang kuat dan penyampaian emosi yang menyentuh.
Dibintangi oleh Park Bo-gum dan IU, When Life Gives You Tangerines sukses mencuri perhatian penonton global lewat kisah cinta yang mendalam antara Ae-sun dan Gwan-sik.
Berlatar di Pulau Jeju dari era 1960-an hingga tahun 2025, serial ini menampilkan perjalanan panjang hubungan mereka yang diwarnai berbagai rintangan, seperti kemiskinan, konflik keluarga, hingga dinamika perubahan sosial yang signifikan.
Salah satu daya tarik utama dari drama ini adalah penyisipan unsur budaya dan sejarah yang merefleksikan kondisi masyarakat Korea Selatan dari waktu ke waktu.
Dengan latar historis yang kuat, cerita tidak hanya fokus pada romansa, tetapi juga pada realitas sosial dan pergulatan hidup yang membumi.
Menariknya, When Life Gives You Tangerines juga secara halus menyinggung sisi kelam sejarah Korea Selatan dengan merujuk pada dua kasus kriminal paling terkenal di negara tersebut.
Pada episode 9 hingga 12 secara halus menyisipkan referensi terhadap dua kasus kriminal paling terkenal di Korea Selatan pada era 1990-an yaitu pembunuhan berantai hwaseong dan kasus hilangnya Frog Boys.

Dalam episode 9, terdapat adegan yang menampilkan selebaran sketsa wajah pelaku kejahatan yang mirip dengan yang digunakan dalam penyelidikan kasus hwaseong.
Salah satu adegan terlihat Geum-myeong sedang memperhatikan tumpukan pamflet yang ditempel di sebuah papan khusus. Di sebelahnya, Park Chung-seob tampak sedang menempelkan poster film.
Di antara pamflet-pamflet tersebut, terlihat salah satunya memuat informasi tentang kasus pembunuhan Hwaseong.
Kemudian, di episode 10, ditampilkan laporan berita tentang seorang korban berusia 13 tahun yang terkait dengan pembunuhan kedelapan pada tahun 1988.
Kasus pembunuhan berantai hwaseong merupakan salah satu kejahatan paling mengerikan dalam sejarah Korea Selatan.
Antara tahun 1986 dan 1991, setidaknya 10 wanita dibunuh secara brutal di daerah pedesaan Hwaseong, Provinsi Gyeonggi.
Korban-korban, yang berusia antara 13 hingga 71 tahun, ditemukan dalam kondisi terikat dan dibunuh dengan cara yang serupa.
Polisi melakukan penyelidikan besar-besaran, termasuk memeriksa lebih dari 20.000 pria dan membandingkan sekitar 20.000 sidik jari, namun tidak berhasil menemukan pelakunya.
Pada tahun 1994, Lee Choon-jae ditangkap dan dihukum penjara seumur hidup atas pembunuhan dan pemerkosaan adik iparnya.

Namun, keterlibatannya dalam kasus hwaseong baru terungkap pada tahun 2019 setelah analisis DNA mengaitkannya dengan beberapa korban.
Lee kemudian mengaku telah membunuh 14 wanita, termasuk korban-korban dalam kasus Hwaseong, serta melakukan lebih dari 30 pemerkosaan dan percobaan pemerkosaan.
Sayangnya, karena undang-undang pembatasan waktu, ia tidak dapat diadili atas sebagian besar kejahatan tersebut.

Pada episode 9 hingga 12, kasus “Frog Boys” muncul secara halus, di mana suasana ketegangan dan kekhawatiran masyarakat terhadap keselamatan anak-anak tergambar jelas melalui narasi dan visual yang ditampilkan.
Dalam salah satu adegan saat Geum-myeong berjalan bersama pacarnya, Park Yeong-bom, menyusuri gang menuju kos Geum-myeong, terlihat sebuah poster yang tertempel di dinding.
Poster itu bertuliskan "Bantu temukan pelajar yang hilang" dan menampilkan foto beberapa anak laki-laki.
Kasus “Frog Boys” (anak-anak kodok) merupakan salah satu misteri kriminal paling terkenal dan menyedihkan dalam sejarah Korea Selatan.
Pada 26 Maret 1991, lima anak laki-laki berusia antara 9 hingga 13 tahun Woo Cheol-won, Jo Ho-yeon, Kim Yeong-gyu, Park Chan-in, dan Kim Jong-sik pergi ke Gunung Waryong di Daegu untuk mencari telur salamander.
Namun, mereka tidak pernah kembali ke rumah, memicu pencarian besar-besaran oleh keluarga, polisi, dan militer yang melibatkan lebih dari 300.000 orang.
Meskipun upaya pencarian intensif dilakukan, tidak ada jejak yang ditemukan selama lebih dari satu dekade.

Pada September 2002, sisa-sisa kerangka kelima anak tersebut ditemukan secara tidak sengaja di dekat lokasi mereka terakhir terlihat.
Pemeriksaan forensik menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan, seperti retakan pada tengkorak, yang mengindikasikan bahwa mereka kemungkinan besar menjadi korban pembunuhan.
Namun, hingga saat ini, pelaku dan motif di balik kejahatan tersebut belum terungkap, menjadikan kasus ini sebagai salah satu misteri yang belum terpecahkan di Korea Selatan. (naf)