Kata Peneliti, Saatnya Indonesia Beralih ke Ekonomi Restoratif

Ilustrasi/ Pexels
Untuk membangun ekonomi restoratif dan ekonomi nusantara yang berkelanjutan, Ully menekankan perlunya mengkritisi model ekonomi ekstraktif dan kapitalistik yang berlaku saat ini.
Berdasarkan riset WALHI tahun 2019-2020, ekonomi masyarakat tetap kuat ketika lingkungannya terjaga, termasuk di kawasan gambut, dataran tinggi, dan pesisir.
Koordinator Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari Ristika Putri Istanti, menyoroti upaya transformasi di tingkat kabupaten yang telah dimulai sejak 2017, dengan beberapa daerah secara sukarela bergerak menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Kebakaran hutan masif pada 2019 dan banjir besar di Kalimantan pada 2021 menjadi pendorong bagi asosiasi untuk mendorong transformasi kebijakan di tingkat kabupaten. Namun, tantangan besar tetap ada, mengingat luas dan beragamnya kondisi di Indonesia.
Ristika menyerukan ekstraksi sumber daya dan perkebunan monokultur harus ditahan. Indonesia perlu mendorong pengelolaan yang bertanggung jawab dan pengembangan komoditas yang beragam.
Menurut Ristika, ekonomi restoratif tidak hanya tentang memulihkan hutan, tetapi juga tentang memperbaiki model ekonomi yang tidak merata.
Ia juga menyarankan agar negara memiliki ambang batas yang jelas terkait kapan harus membuka, memperluas, atau menghentikan kegiatan ekonomi.
Bhima mempertanyakan model ekonomi ekstraktif yang dianggap solutif oleh sebagian pihak.
Menurut hasil penelitian CELIOS, desa yang memiliki basis pendapatan ekstraktif dari penambangan misalnya, cenderung susah mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan.